Cacahing Wanda Saben Sagatra Diarani

Melengkapi Kalimat dan Pengertian Cacahing Wanda Saben Sagatra Diarani

Mata pelajaran di tingkat sekolah dasar dalam bahasa Jawa pasti tidak asing mendengar kalimat ‘Cacahing Wanda Saben Sagatra Diarani Guru Wilangan’. Kalimat ini memiliki pengertian yaitu jumlah per suku kata yang disebut dengan guru angka. Kalimat ini merupakan bagian dari kalimat atau aturan geguritan. Lalu apa yang dimaksud dengan geguritan, Anda dapat membaca penjelasan di bawah ini

Pengertian geguritan menurut Poerwadarminta di dalam Kamus Umum Indonesia merupakan asal kata gurit yang memiliki arti sajak atau syair. Namun di dalam Kamus Kawi Indonesia gurit memiliki arti goresan atau dituliskan. Geguritan adalah susunan bahasa yang membentuk syair dan tergolong dalam puisi Jawa baru.

Geguritan memiliki isi uangkapan mengenai perasaan penyair dengan indah atau dengan keindahan secara objektif dan juga merujuk kepada pengalaman yang estetik tidak terikat pada aturan kebahasaan. Geguritan merupakan karya sastra Jawa yang berupa syair dengan mengunakan bahasa Jawa.

Baca Juga : Makanan yang lezat namun dapat membahayakan kesehatan hukumnya adalah?

Puisi Jawa memiliki dua jenis dengan puisi Jawa modern dan juga puisi Jawa tradisional. bagi puisi Jawa modern memiliki wujud yang bersifat bebas dan tidak menggunakan patokan patokan yang baku, seperti bentuk dari tipografi yang lebih bebas, dan tidak terkait dengan norma yang berlaku.

Berbeda dengan puisi Jawa tradisiomal yang memiliki sifat yang terikat dengan aturan. Contoh pusi Jawa tradisional adalah tembang, gurita, paria, singkir dan juga tembang dolanan anak-anak. Puiai Jawa jenis tradisional tembang dibagi lagi dalam tiga jenis dan termasuk golongan besar yaitu:

  • Puisi dengan tembang macapat contoh tembang adalah metrum mijil, pangkur, sinom, pucung, hnnanthi, asmaranda, maskumambang, dhandhanggula dan juga durma. Tembang macapat tersusun dari lirik-lirik yang biasanya dikidungkan oleh orang tua untuk menidurkan anak anaknya. Lirik berisi nasihat petuah dan juga wejangan yang mengajarkan makna san arti kehidupan.
  • Puisi dengan tembang tengahan yaitu wirangrong, metrum gambuh, balabakjurudemug, serta megatruh atau dudukwuluh. Tembang ini biasa ditulis dengan menggunakan aksara Jawa. Namun setelah mengerti huruf latin tembang tengahan juga menggunakan huruf latin.
  • Puisi golongan terakhir adalah tembang gedhe dengan contoh tembang yaitu metrum girisa. Tembang gedhe mirip dengan tembang kuno yang sering disebut dengan kakawin yang terikat dengan aturan.

Untuk memahami geguritan yakni memiliki tiga aturan yang mengikat. Menurut Buku Widya Dharma Agama Hindu dari kelas 9 SMP yang dibuat oleh I Wayan Midastra dan juga I Ketut Maruta bahwa geuritan diikat dengan aturan padalingsa yaitu

  • Guru Wilangan merupakan tembang yang memiliki banyaknya jumlah suku kata atau wanda dalam satu baris disebut dengan satu gatra. Guru wilingan didalam tembang adalah 12, 8, 8, 8, 8. Yang berarti baris pertama memiliki 12 jumlah suku kata, pada baris yang kedua memiliki 8 jumlah suku kata, pada baris ketiga memiliki 8 jumlah suku kata, pada baris keempat memiliki 8 jumlah suku kata, dan baris terakhir memiliki 8 jumlah suku kata.
  • Guru gatra merupakan tembang yang memiliki banyaknya jumlah baris di dalam satu bait atau pada. Guru gatra didalam tembang adalah 4, yang memiliki arti bahwa guru gatra memiliki 4 baris atau disebut juga dengan larik. Setiap larik merupakan frasa atau klausa serta kalimat.
  • Guru dingdong atau guru lagu merupakan tembang yang memiliki suara akhiran atau persamaan bunyi sajak diakhiran pada setiap baris yaitu huruf vokal. Guru lagu di dalam tembang dengan akhiran vokal seperti u, a, i, a yang berarti suku kata pada setiap baris tembang harus diakhiri dengan huruf vokal u, pada baris kedua memiliki akhiran huruf vokal a, pada baris ketiga memiliki akhiran dengan huruf vokal I, dan pada baris terakhir memiliki akhiran dengan huruf vokal a.

Aturan guru gatra, guru wilingan dan juga guru dingdong atau lagu memiliki aturan-aturan yang berbeda dalam tembang macapat Jawa. Karena aturan tersebutlah maka tembang memiliki ciri dan juga pengertian yang berbeda. Agar Anda lebih paham mengenai tembang Jawa ini dapat mencari contoh sehingga lebih mudah dimengerti.